Posts

Showing posts from November, 2019

DISCLAIMER

Image
Harisanoa Web Site Agreement The https://harisanoa.blogspot.com/ Web Site (the "Site") is an online information service provided by Harisanoa ("https://harisanoa.blogspot.com/ "), subject to your compliance with the terms and conditions set forth below. PLEASE READ THIS DOCUMENT CAREFULLY BEFORE ACCESSING OR USING THE SITE. BY ACCESSING OR USING THE SITE, YOU AGREE TO BE BOUND BY THE TERMS AND CONDITIONS SET FORTH BELOW. IF YOU DO NOT WISH TO BE BOUND BY THESE TERMS AND CONDITIONS, YOU MAY NOT ACCESS OR USE THE SITE. https://harisanoa.blogspot.com/ MAY MODIFY THIS AGREEMENT AT ANY TIME, AND SUCH MODIFICATIONS SHALL BE EFFECTIVE IMMEDIATELY UPON POSTING OF THE MODIFIED AGREEMENT ON THE SITE. YOU AGREE TO REVIEW THE AGREEMENT PERIODICALLY TO BE AWARE OF SUCH MODIFICATIONS AND YOUR CONTINUED ACCESS OR USE OF THE SITE SHALL BE DEEMED YOUR CONCLUSIVE ACCEPTANCE OF THE MODIFIED AGREEMENT. 1. Copyright, Licenses and Idea Submissions. The entire contents of the Sit

POPULASI ANOA DI SM TANJUNG AMOLENGO, SULAWESI TENGGARA TIDAK LEBIH 10 EKOR

Dr.Ir Abdul Haris Mustari, M.Sc.F Departemen Konservasi Sumberdaya Hutan, Fakultas Kehutanan IPB Kampus IPB Dramaga, Bogor (haris.anoa@yahoo.com) Anoa, Satwa endemik Sulawesi populasinya makin terancam. Satwa ini tercatat dalam Apendix I CITES dan termasuk “Endangered Species” IUCN Red Data Book. SM Tanjung Amolengo terletak di ujung selatan daratan utama Sulawesi Tenggara, populasi anoanya kian menyusut mendekati kepunahan. Hasil penelitian penulis dalam kurung delapan tahun terakhir sejak tahun 1994 bahwa anoa akan mengalami kepunahan lokal di Tanjung Amolengo, padahal kawasan konservasi ini dikenal sebagai salah satu habitat utama satwa langka ini di SulawesiTenggara, bahkan Anoa Dataran Rendah ( Bubalus depressicornis ) menjadi maskot fauna propinsi ini. Tahun 1994 s/d 1995, penulis melakukan riset selama 8 bulan secara berkelanjutan mengenai populasi dan perilaku anoa di Tj Amolengo dan waktu itu hanya mencatat 8-12 ekor anoa di hutan ini dengan menggunakan berbagai met

Karakteristik Habitat Anoa

Abdul Haris Mustari Departemen Konservasi Sumberdaya Hutan Fakultas Kehutanan IPB, Kampus IPB Dramaga, Bogor.Email:haris.anoa@yahoo.com Anoa sangat peka akan gangguan manusia. Gangguan yang sedikit saja terhadap habitatnya menyebabkan satwa ini menghindar mencari tempat yang lebih aman. Karena itu anoa mendiami habitat yang jauh dari pemukiman dan aktivitas manusia, dan itu adalah hutan yang memiliki aksesibilitas rendah. Anoa cenderung menghindari kontak langsung dengan manusia dan segala sesuatu yang berhubungan dengan aktivitas manusia seperti adanya ternak sapi atau kerbau. Kecuali pada beberapa kawasan hutan dimana anoa tidak punya pilihan untuk menghindar karena habitatnya terisolir, anoa dapat saja mendatangi areal perkebunan yang berbatasan dengan hutan atau kawasan konservasi. Seiring pertambahan penduduk dan terbukanya akses oleh berbagai kegiatan seperti pemukiman, transmigrasi, perkebunan dan pertambangan, habitat anoa yang dahulunya sulit terjangkau, aksesnya sem

CONSERVATION AND MANAGEMENT RECOMMENDATIONS FOR LOWLAND ANOA (Bubalus depressicornis) IN SULAWESI

Abdul Haris Mustari(1), Peter Jarman(2) (1) Department of Forest Resources Conservation and Ecotourism, Faculty of Forestry, Bogor Agricultural University, PO Box 168, Bogor 16001, E-mail: haris.anoa@yahoo.com (2) Division of Ecosystem Management, University of New England, Armidale, NSW, Australia. ABSTRACT Conservation issues related to anoas include illegal hunting, illegal logging and cutting of trees, rattan collecting and forest encroachment. Management recommendations should aim to conserve anoas in their natural habitats. This in-situ conservation will benefit not only the target species or genus but also all species of wildlife inhabiting the same rain forest. Gazetting areas of remaining suitable habitats of anoas is needed, particularly areas of lowland rain forests that have the highest pressure from people’s activities, such as converting the forests into settlements and plantations or others anthropogenic environments. Stricter law enforcement should be impos

Mengenal Anoa, Sapi Cebol dari Sulawesi

Image
Abdul Haris Mustari Departemen Konservasi Sumberdaya Hutan, Fakultas Kehutanan IPB, Bogor (haris.anoa@yahoo.com) Beberapa nama lokal anoa Anoa, sejenis sapi kerdil yang hidup di hutan tropis Sulawesi. Mustari (1995, 2003) menyatakan bahwa penduduk di Sulawesi menyebut anoa dengan nama yang berbeda-beda sesuai dengan etnis yang ada. Di Minahasa dan sekitarnya anoa disebut  Buulu Tutu ,  Bandogo Tutu  dan di Gorontalo disebut Sapi Utan, Dangko atau Langkau. Di bagian tengah Sulawesi Suku Kaili menyebutnya Nuua dan di Dampelas disebut Baulu. Etnis Kulawi di dataran tinggi Sulawesi Tengah menamainya Lupu, dan di Buol Toli-Toli anoa dinamai Bukuya. Di bagian tenggara Sulawesi, dalam bahasa daerah Tolaki, anoa dikenal dengan nama Kadue. Bahkan suku Tolaki dalam bahasa daerahnya dapat membedakan dua jenis anoa yaitu Kadue meeto (meeto artinya hitam)untuk anoa yang warnanya hitam atau anoa dataran rendah dan Kadue wosula (wosu berarti gunung) untuk anoa yang warnanya coklat kemera

POPULATION DENSITY, DISTRIBUTION AND SOCIALITY OF LOWLAND ANOA AND SYMPATRIC UNGULATES

Abdul Haris Mustari (1), Peter Jarman (2) Department of Forest Resources Conservation and Ecotourism, Faculty of Forestry, Bogor Agricultural University, Bogor, Indonesia (haris.anoa@yahoo.com) Division of Ecosystem Management, University of New England, Armidale, NSW, Australia SUMMARY Population density of lowland anoas was estimated using direct and indirect observations. Of the direct observations, 20 and 10 sightings of anoas were made during the 372 and 124.3 km of transects walked in Tanjung Peropa and Tanjung Amolengo reserves, respectively. Sightings were made in all forest types. For indirect observations, densities of the dung of the animals and their calculated defecation rates were used to determine habitat occupancy in each of the habitat types occupied by lowland anoas, which were shown to include riverine, bamboo, lowland and rocky-lowland forest, and forests at higher altitude up to 900 m asl in Tanjung Peropa and mangrove, beach and lowland forests in Tan

KONSUMSI HIJAUAN DAN KEBUTUHAN NUTRISI ANOA (Bubalus spp.) DI KEBUN BINATANG RAGUNAN, JAKARTA

Image
 Food intake and nutritional  requirement of lowland anoa (Bubalus spp.) in Ragunan Zoo, Jakarta Oleh Abdul Haris Mustari dan Burhanudin Mas’ud Departemen Konservasi Sumberdaya Hutan, Fakultas Kehutanan Institut Pertanian Bogor (kontak person: haris.anoa@yahoo.com) SUMMARY Penelitian ini bertujuan untuk mengetahi kebutuhan pakan anoa di KB Ragunan. Penelitian dilakukan dakam periode Agustus 1996 sampai Februari 1997, terhadap tiga individu anoa, masing-masing bernama BUTON (jantan dewasa 56 kg, asal Pulau Buton, tiba di KB Tagunan tahun 1972), MARLENI (betina dewasa 110 kg, berasal dari KB Lampung merupakan pertukaran satwa antar kebun bintang pada 14 April 1994), dan BONE (betina muda umur 2 tahun 45 kg). BONE lahir di KB Ragunan pada tanggal 25 Juni 1995, anak dari pasangan BUTON dan MARLENI. Pengamatan secara teratur yang dilakukan oleh penulis (AHM) menunjukkan, pada bulan Nopember 2009, BONE masih hidup dengan kondisi kesehatan yang cukup baik, sedangkan kedu

Anoa (Bubalus spp.) Food Plants in Tanjung Peropa Wildlife Reserve, Southeast Sulawesi

Abdul Haris Mustari Department of Forest Resources Conservation, Faculty of Forestry, Bogor Agricultural University, Indonesia (haris.anoa@yahoo.com) SUMMARY A total of 46 species of anoa food plants (leaves and shoots) and two species of fruits that were known to be eaten by the animals in their natural habitat were analyzed using Proximate analysis. Browsing signs of the animals on these plants were observed in the forests, indicating that these food plants were potentially eaten by the animals in the natural habitats. Some of the analysed food plants, such as  Merremia peltata, Physalis minima , and bamboos ( Schizostachyum lima  and  cf Schizostachyum brachycladum ), were also identified microscopically as the predominant food plants in the diets of the animals. Percentages of the nutrients in the food plants varied considerably. Percent of crude protein was 5.58 -21.60 (mean 12.70; SD 4.34), while percent of crude fibre varied from 14.68 to 62.68 (mean 36.93; SD

PERILAKU ANOA (Bovidae: Bubalus spp.)

Abdul Haris Mustari Department of Forest Resources Conservation, Faculty of Forestry,  Bogor Agricultural University, Indonesia  (haris.anoa@yahoo.com) Pengamatan perilaku anoa baik di alam maupun di kebun binatang dilakukan oleh penulis (AHM) sejak tahun 1994 sampai sekarang. Berikut beberapa perilaku penting anoa. Pola Aktivitas harian Anoa menunjukkan pola aktif bi-phasic, dua fase, baik siang maupun malam hari. Pada siang hari, anoa aktif pada pagi hari sekitar pukul 6-9. Pada siang hari pukul 11-15, anoa mengurangi aktivitasnya, berlindung atau istirahat. Satwa ini kembali aktif pada sore hari sekitar pukul 4-6. Pada malam hari anoa menunjukkan intensitas aktivitas yang tinggi pada awal malam dan akhir malam. Pola aktivitas anoa di kebun binatang sesuai dengan di alam, yaitu aktif pada siang dan malam hari (Mustari 1995, 2003). Makan Anoa menunjukkan preferensi yang tinggi pada jenis makanan berupa daun daripada buah dan umbi. Namun buah dan umbi juga di

Ekologi dan Konservasi Babirusa (Babyrousa babyrussa)

Image
Oleh  Abdul Haris Mustari Departemen Konservasi Sumberdaya Hutan Fakultas Kehutanan IPB (haris.anoa@yahoo.com) Taksonomi Babirusa termasuk ke dalam famili Suidae dan salah satu anggota famili yang tertua diwakili oleh subfamily Babyrousinae yang dipisahkan dari warthog cabang dari famili Suidae (Subfamilii Phacochoerini selama zaman Oligocene atau awal Miocene. Babirusa hanya ada satu spesies dalam sub-famili babyrousinae (Ordo Artiodactyla, Sub Ordo Suiformes, famili Suidae). Hasil studi menunjukkan bahwa terdapat tiga sub spesies (Groves 1980) atau tiga spesies (Groves and Meijaard 2002) babirusa yang dapat dibedakan berdasarkan geografi, ukuran tubuh, jumlah rambut pada tubuh dan bentuk dari gigi taring pada jantan. Menurut Groves (1980), terdapat empat subspesies babirusa yaitu Babyrousa babyrussa babyrussa terdapat di Pulau Buru, Babyrousa babyrussa celebensis menghuni daratan utama Sulawesi (Sulawesi minland), Babyrousa babyrussa togeanensis terdapat di Kepulaua

POPULATION DENSITY AND DISTRIBUTION OF LOWLAND ANOA (Bubalus depressicornis) IN SOUTH EAST SULAWESI, INDONESIA

Abdul Haris Mustari Depatment of Forestry Resources Conservation, Faculty of Forestry Bogor Agricultural University PO Box 168 Bogor 16001, Indonesia Email:haris.anoa@yahoo.com Anoa or dwarf buffalo is endemic to the Island of Sulawesi, Indonesia. The field study was conducted in Tanjung Peropa (38,927 ha) and Tanjung Amolengo (604 ha) Wildlife Reserves, situated in the very remote areas in the south-eastern tip of the mainland of Southeast Sulawesi in the period of 2000 and 2002. Population of the lowland anoa were estimated using the Line Transect Method and Program DISTANCE 4 was applied to estimate density. A total of 20 and 10 sightings of anoas were made during the 372 and 124.3 km of transects walked in Tanjung Peropa and Tanjung Amolengo reserves, respectively. Since the encounters totalled fewer than 40 observations, for analyses, the data were pooled and population density was calculated based on the pooled data, resulting in an estimated density of 1.3 anoa

Beberapa Spesies Kunci untuk Konservasi di Sulawesi

Oleh Abdul Haris Mustari Departemen Konservasi Sumberdaya Hutan, Fakultas Kehutanan IPB  (haris.anoa@yahoo.com) Terletak diantara pengaruh Zoogeografi Oriental di bagian barat (Sundaic) dan Zoogeografi Australia di sebelah timur (Papuan) Indonesia, kawasan Wallacea memiliki keanekaragaman hayati yang sangat tinggi termasuk berbagai jenis flora dan fauna endemik. Bio-region Wallacea pertama kali dicetuskan dan kemudian dipopulerkan oleh seorang pengelana alam  naturalist  Inggris, Alfred Russel Wallace, pada tahun 1856 yang berdasarkan pengamatannya bahwa kawasan ini memiliki jenis satwa dan tumbuhan yang berbeda dengan yang ada di bagian barat dan timur nusantara. Jenis satwa dan tumbuhan yang ada merupakan perpaduan wilayah barat dan timur, namun jenis yang dijumpai berbeda dengan jenis-jenis di wilayah penyebaran leluhurnya karena berbagai jenis satwa dan tumbuhan tersebut telah mengalami isolasi genetik dalam waktu evolusi yang sangat lama sehingga muncul spesie